Kamis, 31 Maret 2011

Perahu Kertas


Terbawa oleh arus air yang jernih...
Bening...
Tenang...
Dalam sunyi dan juga diam...

Aku hanya bisa terus mengikuti...
Tanpa mampu memberikan sebuah jalan..
Tanpa mampu menunjukkan jalan..
Tanpa mampu untuk berjalan...

Aku hanya mengambang...
Tanpa arah...
Menunggu angin bertiup..
Menunggu arus mengalir...

Aku berlayar tanpa seorang nahkoda...
Aku berlayar tanpa ada awak kapal...
Bahkan aku berlayar tanpa ada layar yang terkembang...

Karena aku akan terus beradu...
Beradu bersama dengan arus...
Deras, mungkin juga tenang..

Karena aku...
Hanya sebuah perahu...
Perahu Kertas...


created by:
Tharie DS

Rabu, 16 Maret 2011

Mangga Harum Manis


Mangga Harum Manis

Sore itu, saat pulang kuliah dengan sisa-sisa matahari yang mulai redup Rita menerima sms dari sahabatnya Kevin. Kevin berencana datang ke rumah Rita untuk membawakan mangga harum manis pesanan Rita beberapa hari yang lalu. Rita sebenarnya berencana untuk datang langsung ke rumah Kevin untuk mengambil mangga harum manis yang dijanjikannya ke Rita, tapi Kevin menolak dan berjanji akan membawakannya langsung ke rumah Rita. Rita sangat bersemangat berbalas sms dengan Kevin tanpa memperhatikan orang lain yang juga berada di atas angkot itu sedang memperhatikannya dengan raut wajah bertanya-tanya, “ada apa dengan orang ini? Kenapa dari tadi dia terlihat senyum-senyum sendiri? Apa mungkin dia tidak waras?”. Setelah hampir sampai di rumah, Rita baru menyadari kekonyolan yang dibuatnya sedari tadi, lalu menunduk malu tanpa mampu membangkitkan wajah manisnya yang lelah.

Sesampainya di rumah, Rita tiba-tiba lupa mengenai janjinya pada Kevin untuk menyambutnya, atau mungkin menyambut mangga harum manisnya. Rita mungkin terlalu lelah karena menghadapi perkuliahan yang sangat padat hari itu dan terlalu malu mengingat kejadian konyol yang dilakukannya di atas angkot tadi. Rita akhirnya tertidur tanpa mengganti pakaian yang sudah dikenakannya sejak pagi tadi sepulang kuliah. Belum beberapa saat Rita tertidur ibunya tiba-tiba memanggil Rita dan menyampaikan tentang kedatangan temannya. Rita dengan malas-malasan akhirnya bangkit dari tempat tidurnya dengan perasaan kesal dan wajah kusut. Kemudian Rita tersadar bahwa sore ini Kevin akan ke rumahnya dan membawakan mangga harus manis kesukaannya. Rita segera memperbaiki wajah dan mood-nya, serta mempercepat langkah kaki mungilnya menuju ke taman yang ada di halaman rumahnya.

Rita kemudian menemui Kevin dengan wajah yang cerah, senyumnya dia lebarkan, dan matanya berbinar-binar, bukan karena Kevin, tapi lebih kepada bungkusan berwarna hitam yang masih tersemat di tangan kanan Kevin. Hari itu Kevin terlihat berbeda, lebih rapih, dan aroma parfumnya yang lembut tercium saat Rita duduk di sampingnya. Rita kemudian menyapa Kevin dengan senyum manis yang terpancar sangat indah dari wajah lembutnya. Kevin sesaat terpanah melihat keindahan senyuman yang baru saja diberikan Rita untuknya. Kemudian sambil membalas senyum Rita yang menawan, Kevin memberikan bungkusan berwarna hitam yang dibawanya tadi. Namun saat memberikan bungkusan tersebut, tanpa sengaja kedua tangan mereka saling bersentuhan, kemudian masing-masing dari mereka merasakan hal yang aneh yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya, seakan tersihir oleh mantra mangga harum manis. Beberapa detik kemudian mereka tiba-tiba tersadar dari situasi aneh yang sempat mematungkan mereka dan sesegera mungkin melepaskan kedua tangan yang tadi saling menyampaikan pesan dari sihir mangga harum manis. Mencoba mengembalikan suasana menjadi normal kembali akhirnya Kevin membuka percakapan.

“Ri, nih aku bawain mangga pesanan kamu, mangga harum manis yang aku ambil langsung dari pohon di halaman rumah ku, daripada kamu yang manjat, nanti dikirain monyet betina lagi gelantungan…hehehhehe..”

“Enak saja, emangnya muka aku mirip monyet apa? Kamu aja tuh yang pelit, kan kalo aku manjet pohonnya langsung bisa ngambil yang banyak.”, Rita protes karena tidak mendapat ijin dari Kevin untuk mengambil langsung mangga harum manis kegemarannya dari pohon di halaman rumah Kevin.

Kemudian cerita mereka berlanjut, mereka menceritakan banyak hal yang menarik tentang teman-teman baru mereka, tugas-tugas kuliah mereka, lingkungan perkuliahan mereka, dan juga menceritakan masa lalu mereka, masa saat mereka masih berada di bangku sekolah. Semua cerita mereka seakan telah dikemas begitu indah dan mengalir dengan penuh canda tawa, seolah-olah taman dimana mereka menyampaikan banyak hal satu sama lain adalah tempat yang paling indah yang pernah mereka kunjungi selama ini, seakan bunga-bunga di taman itu sedang bermekaran dan dimeriahkan dengan sinar matahari yang menawan di sore hari. Kevin ternyata diam-diam memperhatikan Rita dengan seksama saat mereka mengobrol, bukan karena Kevin tertarik dengan cerita Rita, tapi karena Kevin menyimpan sesuatu di hatinya, sesuatu tentang Rita.

Waktu berjalan begitu saja mengikuti alur cerita yang mereka rangkai berdua, hingga sudah hampir setengah jam lebih mereka berdua saling bercerita. Kevin seakan-akan hanyut dalam wajah ceria Rita dan tidak ingin kehilangan moment indah ini. Sesekali muncul bisikan-bisikan di kepala Kevin, “ini waktu yang tepat untuk menyatakan perasaan kamu sama dia, tunggu apa lagi?”, namun Kevin hanya mampu memandangi wajah Rita. Kevin tahu bahwa Rita masih menyimpan baik ingatan tentang seseorang dari masa lalunya dan sulit untuk melupakannya. Kevin hanya kekurangan nyali untuk menyatakan perasaannya pada Rita. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja mereka berdua terdiam, hanya ada suara angin yang sepintas terdengar seperti ingin menyampaikan sesuatu. Mata mereka kemudian saling bertemu, keduanya saling menatap dalam, mencoba mencari tahu isi hati mereka masing-masing. Seakan seperti mangga harum manis, yang warnanya masih hijau tetapi membuat orang lain penasaran akan rasa manis yang tersimpan dibalik kulitnya.

Created By:

Utari Dwi Sartika

Psikologi 2008

Cinta Diam-Diam



Cinta Diam-Diam


Cinta diam-diam. Mirip seperti judul lagu. Tapi memang ini sebuah judul lagu, lagu dari seorang Febrian..


Inikah namanya cinta diam-diam

Hanya Tuhan, Engkau dan Aku yang tahu

Biarkanlah ragamu kini jadi miliknya

Namun jiwa dan cintamu pasti untuk ku

(Febrian, Cinta diam-diam)


Lagu ini sempat diputar berulang kali di dekatku. Awalnya aku tidak mengerti apa maksud sahabatku yang lain memutar lagu ini berulang kali di dekatku saat aku berada dekat dengan sahabatku, Dinda. Lalu sahabat-sahabatku yang lain kemudian memberikan kode yang mengarahkan pandangan mereka ke arah sahabatku Dinda yang saat itu sedang sibuk berkutat dengan kumpulan kertas-kertas proposal yang belum rangkum di kerjakannya. Sejenak aku mengernyitkan keningku dengan wajah bertanya-tanya ke arah sahabat-sahabatku. Kemudian aku seketika tersadar dari ketidak pekaanku terhadap lagu itu. Jelas saja, lagu itu tak henti-hentinya diputarkan sahabat-sahabatku, karena seakan pencipta dari lagu ini sangat mengerti dengan kisah Dinda, hingga dia mampu mengarang lirik lagu ini dengan begitu indah, dan juga tersampaikan dengan begitu sempurna oleh pelantun lagu ini.

Dinda, dia salah satu sahabatku yang kalau terlihat dari penampilannya, sudah jelas orangnya seperti apa. Jilbab yang berukuran sedang dan selalu tertata rapi dengan lapisan yang berlipat, selalu menghiasi sekeliling wajahnya, menutup rambut panjangnya yang lurus dan tebal, karena merupakan keindahan dari pencipta-Nya yang harus dihindarkannya dari perbuatan dosa. Termasuk jenis orang yang perfeksionis, mesti sempurna untuk segala hal yang dikerjakannya, orangnya kadang mengalami anxietas berlebihan kalau sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan tidak tercapai dalam tingkatan yang dipahaminya. Tapi Dinda juga sedikit melankolis menurutku, dia itu bersifat penuh pemikiran, setia, tekun, analitis. Dinda orangnya amanah, dan aktif dalam organisasi, utamanya yang berhubungan dengan dakwah. Sikapnya yang ramah dan lemah lembut membuatnya disenangi oleh banyak orang. Tidak terkecuali oleh ketua angkatan kami, Rendra.

Awalnya Dinda tidak terlalu dekat dengan Rendra, hingga saat inagurasi kami berjalan. Peran sekretaris yang diamanahkan kepada Aurel, sepertinya mengalami sedikit hambatan, yang akhirnya Aurel harus mendapat bantuan dari Dinda. Proses pembuatan proposal dan segala hal yang berhubungan dengan persuratan akhirnya menjadi tugas mereka berdua. Sejak itu sepertinya Dinda menjadi sekretaris 2 untuk acara inagurasi kami, dan semenjak itu pula Dinda dan Rendra juga mulai sering berkomunikasi, namun dengan jarak yang telah diatur dalam islam, atau selalu dengan orang lain yang serta merta menjadi obat nyamuk buat mereka hanya sekedar penghilang fitnah. Karena jika ada seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berdua-duaan, maka akan ada setan sebagai pihak ketiganya. Tapi walau bagaimanapun juga, kami sama-sama anak psikologi, mampu mendeteksi adanya perasaan yang lain dari sekedar teman, walau memang selama ini pembicaraan yang sering mereka bicarakan tidak jauh dari tugas, event angkatan, atau event organisasi.

Beberapa saat kemudian, Dinda mendapat amanah menjadi sekretaris utama Rendra dalam suatu event yang diadakan LDF kami, mau tidak mau intensitas komunikasi mereka semakin meningkat, lebih sering ngobrol berdua dalam keramaian, atau ngobrol berdua dalam sepi masing-masing, lewat telepon ataupun sms. Setiap kami menanyakan hubungan Dinda dengan Rendra, Dinda selalu memberikan jawaban yang sama, bahwa tidak ada perasaan yang lain dari sekedar teman. Lama-kelamaan semua itu terus berlanjut, Dinda dan Rendra semakin dekat, semakin tidak nampak seperti sekedar teman. Mereka lebih bisa dikatakan sebagai sepasang kekasih. Tapi karena prinsip Dinda yang tidak mengenal kata pacaran, status itu tidak pernah ada dan tidak pernah terucap dari bibir mereka. Entah kenapa semenjak kedekatan Dinda dan Rendra, rasanya Dinda semakin menjauh dari kami, semakin jarang berkumpul dengan kami, dan seperti berubah menjadi pribadi yang lain.

Merasa perubahan itu tidak layak bagi kami, dan tidak ingin kami bicarakan dibelakang, kami memutuskan untuk menanyakan hal ini langsung kepada Dinda. Awalnya Dinda mengelak, tapi setelah kami memaparkan beberapa bukti yang nampak oleh kami melalui sikap dan perilakunya selama ini, akhirnya Dinda tersadar dan mengakui adanya perasaan yang lain pada Rendra lebih dari sekedar teman. Tapi mereka memang tidak pernah ada yang menyatakan perasaan masing-masing secara langsung, tidak ada yang membuat status ikatan antara mereka berdua.

Lama mereka bersikap seperti itu, selalu kompak dalam banyak hal, bahkan masalah kostumpun mereka selalu sama. Teman-teman yang lain bahkan berpikir kalau mereka sudah jadian, beberapa lagi berpikir mereka HTS-an, dan mereka berpikir warna baju mereka yang sama karena disengaja. Dinda juga sering cerita pada kami kalau Rendra seringkali menelpon hingga tengah malam dengan menggunakan beberapa nomor yang berbeda karena setiap nomer yang satu kehabisan pulsa akan segera dilanjut dengan nomer yang lain, betapa relanya Rendra mengorbankan pulsanya hanya untuk berbincang dengan Dinda tentang sesuatu yang kadang mungkin jauh dari penting. Rendra juga sering mengabarkan pada Dinda saat dosen sudah berada di dalam kelas namun Dinda belum nampak di dalam kelas. Begitu pula sebaliknya. Dinda tidak ingin dikatakan sebagai sepasang kekasih antara dirinya dan Rendra, tapi sayangnya orang lain sudah menganggap seperti itu. Sering kami melakukan diskusi untuk membahas hal ini, tapi sayangnya tidak pernah ada tindak lanjut dari hasil diskusi kami.

Saat ke Bandung untuk mengadakan sertfikasi guru dan tes minat bakat, sempat terjadi sebuah insiden. Hanya sebuah insiden, namun berdampak banyak bagi semuanya. Rendra mengalami kecelakaan saat perjalanan menuju ke tempat penginapan kami. Mendengar kabar itu, Dinda sontak sangat terpukul, cemas, dan takut sesuatu yang sangat buruk terjadi pada Rendra. Dinda hanya menampakkan wajah prihatinnya atas peristiwa yang telah menimpa Rendra dan beberapa teman lainnya yang juga berada dalam mobil avanza yang dikemudikan Rendra saat itu. Tegarnya wajah Dinda di depan kami, dan rapuhnya perasaan Dinda dibelakang kami. Berusaha menguatkan kami dalam kerapuhannya. Malamnya tanpa sepengetahuanku dan teman-teman yang lain, Dinda ternyata menangis sendu semalaman, menangis ditengah-tengah kami, menangis dalam diam, menangis dalam gelapnya malam, bahkan mungkin menangis dalam tidurnya. Begitu besar kekhawatiran Dinda terhadap Rendra saat itu. Bahkan mungkin melebihi kekhawatiran kami semua. Aku bahkan tidak mampu membayangkan bagaimana khawatirnya Dinda saat itu. Seakan tidak ada kata yang pantas untuk menggambarkan kekhawatiran dan rasa takut Dinda atas peristiwa yang telah menimpa Rendra saat itu.

Namun keesokan harinya Dinda sudah dapat bernafas cukup lega saat melihat Rendra dapat berdiri tegap dihadapan kami semua, tanpa mampu menyatakan kekhawatirannya yang berlebih, Dinda hanya bertanya sekedarnya pada Rendra, tapi merasakan beratnya beban yang harus ditanggung Rendra saat itu. Dinda hanya mampu menampakkan wajah prihatinnya pada Rendra dan memberikan semangat pada Rendra agar Rendra tidak merasa terpuruk dan menyalahkan dirinya sendiri. Hingga Rendra mampu untuk bangkit dan tersenyum saat itu.

Sepulang kami dari Bandung, semuanya masih sama. Rendra masih sering meminta pertimbangan Dinda dalam bertindak, sharing dengan Dinda secara langsung atau melalui telepon. Tapi lama kelamaan Dinda mulai merasa risih dengan isu-isu yang tersebar seantero fakultas mengenai hubungannya dengan Rendra, karena Rendra ketua angkatan, secara otomatis kabar tentang dirinya cepat tersebar luas. Walaupun orang-orang tidak berkata langsung dihadapan mereka, namun sudah menajdi rahasia umum bagi semua civitas fakultas akan hubungan mereka yang tidak pernah jelas ujung pangkalnya. Hingga suatu saat tersebar kabar mengenai kedekatan Rendra dengan seorang teman angkatan kami, Rena.

Kabar tentang kedekatan Rendra dan Rena ternyata sudah tersebar sejak kami mulai libur panjang, entah kapan disebarnya, oleh siapa, dan kejelasan kabar itu bagaimana, tidak pernah ada. Hingga saat kami mulai memasuki semester baru, kabar itu semakin lama semakin meluas. Apa benar? Aku dan yang lainnya belum mendapat jawaban yang pasti, hingga akhirnya kami meminta kejelasan kabar itu langsung pada Dinda. Dinda hanya bercerit bahwa Rendra pernah melakukan konfirmasi padanya tentang hal ini, dan Rendra meminta pada Dinda agar tidak mempercayai isu yang tidak jelas itu. Dinda sempat ragu akan konfirmasi yang diberikan Rendra dan sempat bertanya-tanya dalam hati akan maksud dan tujuan Rendra melakukan konfirmasi mengenai kedekatannya dengan Rena pada Dinda, karena Dinda merasa tidak memiliki ikatan apa-apa dengan Rendra, walau sebenarnya Dinda merasa kecewa denga Rendra saat itu. Sejauh ini hubungan Rendra dan Dinda sudah sampai tahap memperkenalkan pada keluarga masing-masing. Seringkali Rendra meminta salam kepada keluarga Dinda, dan Rendra juga sering menyampaikan salam Dinda kepada keluarga Rendra. Orang tua Rendra bahkan sudah mengenal Dinda, begitu pula orang tua Dinda yang sudah mengenal Rendra. Dinda merasa saat seseorang sudah meminta untuk diperkenalkan dengan orang tuanya, itu artinya dia bukan lagi sekedar teman biasa, walau tidak ada kata pacaran bagi mereka. Namun kabar tentang kedekatan Rendra dengan Rena semakin tersebar luas, seperti yang aku bilang tadi, Rendra seorang ketua angkatan, kabarnya dengan sangat mudah tersebar ke selurus fakultas. Apalagi Rena tidak segan memperlihatkan kedekatannya pada Rendra.

Dinda kecewa, karena Rendra pernah berkata pada Dinda agar Dinda mau menjaga perasaan Rena. Dinda tidak menyangka Rendra akan berkata begitu padanya tanpa memikirkan perasaan Dinda sedikitpun. Rendra memang pernah menanyakan perasaan Dinda padanya, namun Dinda tetap pada prinsipnya untuk tidak berpacaran, namun pada intinya masing-masing dari mereka sudah mengetahui perasaan mereka satu sama lain. Cinta mereka hanya cinta diam-diam, hanya Tuhan, Dinda, dan Rendra yang tahu. Sekarang Rendra semakin dekat dengan RENA, dan semakin jauh dari Dinda.

Pernah suatu sore, awan nampak kelabu, semakin gelap karena tidak ada lagi cahaya matahari sore, seluruh bagiannya telah tertutup oleh awan abu-abu yang semakin hitam. Rendra tiba-tiba datang dengan mengenakan motor besarnya dari samping gedung LK dengan Rena pada boncengan belakangnya mengenakan helm spongebob berwarna kuning. Saat itu juga Dinda baru saja keluar dari gedung LK, melihat Dinda yang keluar dari gedung LK, Rendra lantas memundurkan motornya perlahan-lahan, mungkin takut terlihat oleh Dinda atau entah dengan alasan apa Rendra melakukan hal itu. Rendra bahkan meminta Rena untuk jalan terlebih dahulu, walau niat Rena sebenarnya ingin berjalan bersama-sama dengan Rendra saat itu. Tanpa sepengetahuan Rendra rupanya Dinda mengetahui kedatangan mereka, dengan perasaan yang campur aduk saat itu, berusaha menampakkan wajah normalnya di depan Rendra. Mungkin ketegaran Dinda membuat Rendra menganggap Dinda tidak memendam perasaan apapun padanya. Sangat berbeda dengan Rena yang tidak segan menampakkan seluruh ekspresi emosinya pada Rendra. Tidak segan mengucurkan air matanya saat sedih melihat Rendra masih nampak memperhatikan Dinda, bahkan marah saat melihat Rendra berbincang dengan Dinda, walau sebenarnya pembicaraan mereka hanya seputar tugas. Oleh sebab itu Rendra pernah menyampaikan permintaannya pada Dinda untuk menjaga perasaan Rena. Karena perasaan aneh yang dirasakan Dinda saat itu, mungkin tidak aneh, tapi Dinda sakit, dia merasa sakit melihat peristiwa tadi, merasa terkhianati oleh cinta diam-diam yang mereka bentuk selama ini. Rintik hujan mulai turun perlahan-lahan, awan semakin hitam, begitu pula perasaan Dinda yang semakin kelam dan menangis dalam jiwanya. Tanpa memperdulikan hujan yang semakin deras, Dinda tetap berjalan pulang meninggalkan gedung LK. Hujan deras yang mengguyur Dinda saat itu seakan terasa gersang bagi Dinda. Tetesan air mata-nya pun bersatu dengan derasnya hujan yang mengguyur wajah dan seluruh tubuhnya, tanpa memperhatikan apapun yang ada disekitarnya, Dinda terus berjalan di tengah hujan dengan tatapan kosong dimatanya dan perasaan yang seolah-olah teriris-iris oleh silet yang tumpul, perih dan sangat menyiksa dirinya.

Sepertinya Rendra memang sudah benar-benar tidak memperhatikan perasaan Dinda, tidak melihat betapa rapuhnya Dinda dibalik ketegaran wajahnya di depan Rendra. Kali ini Rendra bahkan menampakkan kedekatannya di hadapan Dinda secara langsung, entah apa maksud Rendra saat itu, benar-benar ingin Dinda mengetahui kedekatannya dengan Rena atau hanya sekedar ingin mengetahui apakah Dinda merasa cemburu melihat sikap Rendra yang seperti itu? Padahal hari itu hari ulang tahun Dinda, Rendra bahkan tidak mengucapkan selamat pada Dinda, justru malah memberikan silet tumpulnya untuk mengoyak-oyak perasaan Dinda saat itu. Seperti biasa, Dinda selalu bersikap tegar di hadapan Rendra. Seusai kuliah Dinda langsung menuju kantin, namun tiba-tiba matanya mulai berkaca-kaca dan satu persatu butir-butir air matanya mulai berjatuhan di pipinya. Kami bingung dengan tangisan Dinda saat itu, karena awalnya dia baik-baik saja, tapi kerapuhanya sudah sangat sulit untuk dia bendung saat itu, seketika air matanya mengalir deras, namun dengan tangisan yang tenang, tangisan yang diam, dia menangis dalam diamnya, hanya mampu mengeluarkan butiran-butiran air mata tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari bibirnya. Mungkin karena cinta mereka hanya cinta diam-diam, hanya Tuhan, Rendra dan Dinda yang tahu. Tak ada yang diperjuangkan, tak ada yang dipersalahkan, karena cinta mereka hanya cinta diam-diam.


Pertama bertemu ku suka padamu

Begitu juga dengan mu

Sayangnya cinta kita tak mungkin bersatu

Namun pernah berjanji sehidup semati


*Engkau punya dia

Sementara aku sendiri

Tak mungkin orang kan tahu kita mencinta


#Reff

Inikah namanya cinta diam-diam

Hanya Tuhan, Engkau dan Aku yang tahu

Biarkanlah ragamu kini jadi miliknya

Namun jiwa dan cintamu pasti untuk ku

Sampai saat ini kau selalu dihati

Karena ku tak mungkin mengganti

Ku tahu hatimu selalu untukku

Karena cinta kita ini cinta sejati

(Febrian, Cinta Diam-Diam)


Inspired By: Zamnatul

Created By : Tharie DS


Jumat, 11 Maret 2011

Amplop Merah Muda

Aku mencoba untuk memahami akan kekuatan mimpi...
Memulai hidup dengan bermimpi dan mengakhiri hari dengan bermimpi...
Aku mulai membuka mataku yang lelah karena lelapnya malam, namun sedikit terusik karena matahari mulai memancarkan sinar-sinarnya samar-samar di kamar tidurku. Kemudian dengan malas ku bangkitkan tubuhku dari kolam kapuk yang menemaniku semalaman. Aku kemudian merasa ada sesuatu yang mengusikku, bukan karena cahaya mentari pagi ini, tapi karena ingatanku akan mimpiku semalam. mimpi yang membuatku tersenyum sendiri di tengah ricuhnya kicauan burung yang bertengger di luar jendela kamarku. Aku bermimpi tentang hal yang indah, tentang sesuatu yang akan membuatk bahagia hari ini. Aku kemudian melanjutkan pandanganku pada sebuah meja kayu di bagian sudut kamarku, ku temukan sesuatu yang membuatku penasaran papgi itu. Aku menemukan sebuah amplop berwarna merah muda yang ditujukan untuk diriku. Aku kemudian mencoba untuk membuka perekat di bagian atas amplop yang memancarkan keharuman semerbak di telapak tanganku. Aku mulai membukanya secara perlahan hingga semua bagian perekat pada amplop tadi terbuka.
Dengan perasaan deg-degan dan penasaran, aku mulai membaca isi dari amplop merah muda tadi. Membacanya kata demi kata hingga menjadi suatu rangkaian kalimat, kalimat demi kalimat hingga merangkai suatu paragraf, dan semakin aku membacanya semakin membuat aku penasaran kepada pengirim surat ini.
Hmmmm, aku tak tahu harus bersikap seperti apa terhadap amplop merah muda yang seluruh isinya telah ku baca hingga berulang kali, mencoba untuk memastikan bahwa isi dalam amplop yang aku baca memiliki makna seperti yang aku pahami. Aku mencoba untuk berfikir dari segala sudut pandang, memastikan untuk tidak berpikir hanya dari satu sudut pandang saja. Namun dari manapun aku melihatnya, dari sudut pandang manapun aku memahaminya, aku hanya memperoleh satu jawaban.
Kemudian aku kembali bertanya-tanya apakah mimpiku semalam adalah sebuah pertanda? Aku melihat wajah seseorang, wajah dari pengirim amplop merah muda ini. Apakah memang ada hubungan antara mimpiku semalam dengan pengirim dari amplop merah muda ini?
Aku kemudian memandangi kembali isi dari amplop merah muda ini, terdiam, dan berusaha mengatur segala gejolak yang terjadi dalam hati dan pikiranku sekarang. Sampai akhirnya aku tetap berada pada satu titik, titik dimana jawaban yang sedaritadi sudah ada dalam pikiranku.
Dia...hmmm...dia menyatakan sesuatu tentang perasaannya. Suatu kondisi emosi yang tersampaikan melalui tulisan, tulisan yang dirangkainya dalam selembar kertas dengan amplop merah muda. Dan sepertinya mimpiku semalam telah berubah menjadi nyata.