Minggu, 09 Januari 2011

Motivasi Belajar Anak Jalanan


Nih salah satu hasil pengaplikasian mata kuliah saya, Metode Penelitian Kualitatif.
Bukan penelitian yang pertama kali saya lakukan, tapi dari semua penelitian yang sudah saya lakukan, penelitian ini yang paling menarik menurut saya...
Memang belum sempurna, walau sebenarnya dah dapat kritik dan saran dari berbagai pihak, tapi belum sempat tuk di revisi...
Tapi semoga saja dapat bermanfaat buat yang mau ngelakuin penelitiaan yang sama!!!
:-)




BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Anak jalanan merupakan anak-anak yang sangat sering ditemukan di jalan, di tempat-tempat umum, dan tempat perbelanjaan. Anak jalanan adalah mereka yang sehari-harinya berjuang di jalanan, mencari kehidupan dari jalanan, atau di tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan memiliki sisi kehidupan lain yang berbeda dari anak-anak pada umumnya, mereka adalah sosok anak-anak yang berjuang untuk memperoleh sebuah kehidupan.
Melihat sisi lain anak jalanan yang sehari-harinya hanya berjualan di pinggir jalan atau di tempat-tempat umum, mengamen, atau bahkan hanya meminta-minta, ternyata dibalik pekerjaan mereka, anak-anak jalanan juga tetap memperhatikan pendidikan mereka. Dibalik kerasnya kehidupan jalanan mereka, ternyata mereka tetap bersekolah. Walaupun sulit untuk mengumpulkan biaya untuk bersekolah, mereka tetap memiliki tekad yang kuat untuk tetap dapat mengeyam bangku sekolah.
Anak-anak jalanan yang berada dipantai losari, yang sehari-harinya berjualan keliling dan mengamen, ternyata tidak sedikit dari mereka yang memperoleh prestasi yang baik di sekolahnya. Beberapa sampel subjek dari hasil studi lapangan memberikan informasi bahwa mereka tetap berprestasi di sekolah, walau harus berjualan atau mengamen setelah pulang sekolah. Anak-anak jalanan tersebut juga memberikan informasi bahwa mereka harus tetap meluangkan waktu setiap harinya untuk belajar. Beberapa dari mereka memiliki motivasi belajar karena faktor eksternal, yaitu dorongan belajar dari orang tua, maupun dari keluarga terdekat lainnya, dan sebagian lagi ternyata memiliki motivasi belajar dari faktor internal, karena kemauan dari dalam diri mereka sendiri. Walaupun hanya seorang anak jalanan, ternyata mereka juga memiliki cita-cita, dan mereka tetap memiliki mimpi untuk mewujudkan cita-cita mereka.

B.Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada :
1. latar belakang anak-anak yang turun ke jalan,
2. motivasi belajar dari anak-anak jalanan, dan
3. unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar anak-anak jalanan yang berada di pantai losari.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang anak-anak yang turun ke jalan, motivasi belajar dari anak-anak jalanan, dan unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar anak-anak jalanan yang berada di pantai losari.

D.Batasan Terminologi

1.Anak jalanan adalah anak-anak yang berada dibawah umur 18 tahun, dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari dan 6 hari dalam seminggu.
2.Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.

E.Manfaat Penelitian

1.Maanfat teoritis
a.Bagi Lembaga Pendidikan Psikologi, diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan metode penelitian kualitatif pada khususnya yang berhubungan dengan penulisan penelitian kualitatif, dan informasi mengenai motivasi belajar anak jalanan di pantai losari
b.Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadi referensi dan masukan dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan motivasi belajar anak jalanan.


2.Manfaat Praktis
a.Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat mengenai sisi lain dari anak jalanan, terutama mengenai motivasi belajar anak jalanan.
b.Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran bagi para orang tua mengenai motivasi belajar anak jalanan, sehingga dapat lebih memperhatikan pendidikan anak-anak mereka.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.Definisi Anak Jalanan

Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Departemen sosial mendefenisikan anak jalanan sebagai anak-anak yang berada dibawah umur 18 tahun, dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari dan 6 hari dalam seminggu.Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak (Wikipedia, 2010). Anak jalanan adalah anak-anak yang berusia 7-15 tahun yang hidup, bekerja dan menghabiskan waktunya di jalanan atau tempat-tempat umum hampir setiap hari, yang diterlantarkan, atau ditinggalkan, atau melarikan diri, atau masih ada hubungan dengan keluarganya. Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan kawasan urban. UNICEF (1986) memberikan batasan sebagai “Children who work on the streets of urban areas, without reference to the time they spend there or the reasons for being there”. Mereka umumnya bekerja di sektor informal.
Anak jalanan adalah istilah yang disepakati dalam konvensi anak nasional untuk menyambut anak-anak yang menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalanan atau kawasan urban. Anak jalanan berprofesi sebagai penjaja asongan, tukang semir, penjual koran, pengamen, pengemis, pencuri, pekerja sex, atau apapun (Sumardi, 1996:2). Selain bekerja anak-anak tersebut tinggal dan metetap di jalanan bahkan menganggap jalanan sebagai rumah sendiri, bermain dan bersosialisasi.
Simandjutak (1981:216) mengatakan bahwa anak-anak jalanan adalah anak-anak yang merupakan perseorangan laki-laki atau perempuan tanpa nafkah atau bekerja apapun secara tak formal, tanpa rumah tinggal, bahkan tidak terdaftar sebagai warga mana pun. Bahwa anak jalanan adalah kelompok atau orang miskin yang hidup di kota-kota yang tidak mempunyai tempat tinggal tertentu sesuai hukum. Penyebutan istilah anak jalanan adalah secara keseluruhan, baik usia atau profesinya ketika berada dalam suatu komunitas tertentu yang sama-sama hidup di jalan, hal itu dipengaruhi karena belum adanya kepastian batasan usia bagi anak, remaja, dan tua. Menurut Ong Hok Kham (dalam Walgito, 1986:3), anak jalanan digambarkan sebagai mereka yang tidak dimiliki keluarga, pekerjaan tetap, dan tidak berpendidikan formal serta tinggal di mana saja.
Menurut lisa (1996) anak jalanan adalah anak-anak yang bekerja di jalanan. Studi yang dilakukan oleh Soedijar (1989/1990) menunjukkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia antara 7-15 tahun yang bekerja di jalanan dan dapat mengganggu ketentraman dan keselarnatan orang lain serta mebahayakan dirinya sendiri. Sementara itu, Direktorat Bina Sosial DKI menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja mengemis atau menganggur saja. Panti Asuhan klender mengatakana bahwa anak jalanan adalah anak yang sudah biasa hidup sangat tidak teratur di jalan raya, bisa diambil bekerja tetapi dapat juga hanya menggelandang sepanjang hari.. (Kirik Ertanto dalam www.humana.20m.com/babl/htm).

B.Kategori Anak Jalanan

Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak yang turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak dari keluarga yang ada di jalanan. Pengertian untuk kategori pertama adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. Kategori kedua adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya. Kategori ketiga adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalan.

C.Ciri-ciri Anak Jalanan

Dari hasil penelitian yayasan Nanda (1996 : 112) ada beberapa ciri secara umum anak jalanan antara lain : a. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 24 jam. b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, serta sedikit sekali yang lulus SD). c. Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya). d. Melakukan aktifitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).
Anak jalanan, umumnya berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Mereka itu ada yang tinggal di kota setempat, di kota lain terdekat, atau di propinsi lain. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada anak jalan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada anak yang tak mengenal keluarganya.


Sumardi (1996:2) mengusulkan adanya batasan yang lebih spesifik tentang anak jalanan yaitu:
a)Children on the street (working children)
Adalah anak yang bekerja bermain di jalanan namun masih mempunyai keluarga serta masih menjalin hubungan dengan keluarganya.
b)Children of the street
Adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalan dan sudah tidak melakukan kontrak dengan keluarganya. Faktor usia anak berkisar antara 6-18 tahun. Rentang usia dianggap rawan karena belum mampu berdiri sendiri, labil, mudah terpengaruh, dan belum mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk hidup di jalanan, ini berarti mereka masih membutuhkan pendamping dari orang tua.
Ciri-ciri anak jalanan secara umum, yaitu:
a.Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 3-24 jam perhari.
b.Berpendidikan rendah kebanyakan murid putus sekolah, sedikit sekali yang tamat SD.
c.Berasal dari keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban, beberapa diantara mereka tidak jelas keluarganya).
d.Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).

D.Motivasi Belajar

Motivasi belajar yaitu suatu dorongan atau semangat untuk melakukan kegiatan belajar yang memberikan perubahan tingkah laku pada diri individu demi mencapai tujuan belajarnya. Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi belajar adalah keinginan siswa untuk mengambil bagian di dalam proses pembelajaran (Linda S. Lumsden: 1994).
Siswa pada dasarnya termotivasi untuk melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran, atau merasa kebutuhannya terpenuh. Ada juga Siswa yang termotivasi melaksanakan belajar dalam rangka memperoleh penghargaan atau menghindari hukuman dari luar dirinya sendiri, seperti: nilai, tanda penghargaan, atau pujian guru (Marx Lepper: 1988). Menurut Hermine Marshall Istilah motivasi belajar mempunyai arti yang sedikit berbeda. Ia menggambarkan bahwa motivasi belajar adalah kebermaknaan, nilai, dan keuntungan-keuntungan kegiatan belajar belajar tersebut cukup menarik bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Pendapat lain motivasi belajar itu ditandai oleh jangka panjang, kualitas keterlibatan di dalam pelajaran dan kesanggupan untuk melakukan proses belajar ( Carole Ames: 1990). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam rangka mencapai tujuan.

E.Bentuk-bentuk motivasi belajar

Machrus dkk, (1987) menyatakan bahwaterdapat beberapa bentuk motivasi belajar, yaitu:
a.Motivasi Ekstrinsik: Bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang tidak mutlak atau yang berada di luar diri berkaitan dengan aktivitas belajar, seperti lingkungan sekitar.
b.Motivasi instriksik: Bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajarnya dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak atau yang berada di dalam diri berkaitan dengan aktivitas belajar, seperti kemauan atau keinginan untuk belajar.
Beberapa faktor di bawah ini sedikit banyak memberikan penjelasan mengapa terjadi perbedaaan motivasi belajar pada diri masing-masing orang, di antaranya:
a.Perbedaan fisiologis (physiological needs), seperti rasa lapar, haus, dan hasrat seksual
b.Perbedaan rasa aman (safety needs), baik secara mental, fisik, dan intelektual
c.Perbedaan kasih sayang atau afeksi (love needs) yang diterimanya
d.Perbedaan harga diri (self esteem needs). Contohnya prestise memiliki mobil atau rumah mewah, jabatan, dan lain-lain.
e.Perbedaan aktualisasi diri (self actualization), tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

F.Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar

a.Cita-cita atau inspirasi anak: Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan belajar berjalan, makan makanan yang lezat, berebut permainan, dapat membaca, dapat bernyanyi, dan lain-lain selanjutnya keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuh kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari menimbulkan cita-cita dalam kehidupan.
b.Kemampuan anak: Keinginan anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Keberhasilan tersebut memuaskan dan menyenangkan hatinya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
c. Kondisi anak: Kondisi anak yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seseorang anak yang sedang sakit, lapar atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar sebaliknya seorang anak yang sehat, kenyang dan gembira akan mudah memusatkan perhatian.
d.Kondisi lingkungan anak: Lingkungan anak dapat berupaya keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat maka anak dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat tinggal kumuh, ancaman teman yang nakal, perkelahian antar anak akan mengganggu kesungguhan belajar sebaliknya kampus atau sekolah yang indah. Pergaulan anak-anak yang rukun, akan memperkuat motivasi belajar.
e.Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran: Anak memiliki perasaan,perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar.
f.Upaya guru dalam membelajarkan anak: Guru adalah seorang pendidik profesional, ia bergaul setiap hari dengan puluhan atau ratusan anak guru adalah pendidik yang berkembang. Tugas profesionalnya mengharuskan dia belajar sepanjang hayat. Upaya guru membelajarkan siswanya terjadi di sekolah dan diluar sekolah. Upaya pembelajaran guru di sekolah tidak terlepas dari kegiatan luar sekolah.



BAB III
METODE PENELITIAN

A.Pendekatan

Penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Lorens Bagus (Anshory, 2009) memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi, yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Fenomenologi diartikan secara luas sebagai ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak, sedangkan dalam arti sempit, fenomenologi diartikan sebagai ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran individu. Penelitian fenomenologi bersifat induktif. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif yang dikembangkan dari filsafat fenomenologi. Fokus utama filsafat fenomenologi adalah pemahaman mengenai respon atas kehadiran atau keberadaan manusia, bukan sekedar pemahaman atas bagian-bagian yang spesifik atau perilaku khusus (Danim, 2002).
Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Creswell (1998:54) mengungkapkan bahwa pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden (penelitian kualitatif). Metode Fenomenologi, menurut Polkinghorne (Creswell,1998: 51-52) menggambarkan arti sebuah pengalaman hidup untuk beberapa orang tentang sebuah konsep atau fenomena.

B.Batasan istilah

Batasan istilah berada seputar anak jalanan, dan motivasi belajar.

C.Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah anak-anak jalanan yang berada di pantai losari, baik yang berjualan keliling ataupun yang mengamen. Usia subjek berkisar antara 6-12 tahun, yang bersekolah maupun yang tidak bersekolah.

D.Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pantai losari.

E.Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara.
1.Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in–depth interview) yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. jenis wawancara yang digunakan yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden).
2.Teknik observasi sebagai upaya peneliti untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, menjawab pertanyaan, membantu mengerti perilaku manusia, dan evaluasi. Jenis observasi yang dilakukan yaitu observasi partisipasi (participant observation) yang merupakan metode pengumpulan data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden, observasi tidak berstruktur yaitu observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi sehingga menuntut peneliti harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek, dan observasi kelompok yaitu dengan melakukan observasi secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.
Sumber data yang diperoleh berupa kata-kata dan tindakan yang dibuat dalam bentuk tertulis.

F.Analisa data

Analisis data yang akan digunakan adalah metodologi reduksi yaitu melakukan analisis secara spesifik pernyataan-pernyataan dan pokok pembicaraan yang dilakukan, dan menemukan makna. Peneliti perlu menyingkirkan semua prejudgments (prasangka) bahkan pengalamannya sendiri.
Cresswel (1998) menguraikan beberapa langkah dalam menganalisis data pada penelitian fenomenologi, yaitu:
1.Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan
2.Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data
3.Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan)
4.Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi
5.Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi)
6.Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut
7.Membuat laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis.

G.Keabsahan Data

1.Derajat kepercayaan (kredibility), yaitu data-data yang diperoleh disertakan dengan verbatim hasil wawancara, data dokumentasi, dan hasil observasi secara langsung yang dilakukan peneliti.
2.Keteralihan (tranferability), maksudnya hasil dari penelitian dapat diberlakukan pada kelompok populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek yang ada dalam penelitian
3.Ketergantungan (dependability), yaitu data-data yang telah diperoleh akan tetap dianalisis secara lebih mendalam oleh pihak-pihak yang lebih terpercaya, dalam hal ini adalah para peneliti yang juga pernah melakukan penelitian mengenai anak jalanan.

H.Tahap-tahap Penelitian

1.Tahap pra lapangan
Peneliti mencari subjek yang sesuai dengan tema penelitian, yaitu anak-anak jalanan yang ada di pantai losari, dengan karakeristik yaitu anak-anak yang mencari nafkah di pantai losari baik yang berjualan ataupun yang mengamen. Usia subjek berkisar antara 7 sampai 12 tahun. Setelah mendapatkan subjek yang sesuai dengan karakteristik yang dicari, selanjutnya peneliti melakukan wawancara awal tanpa menggunakan guide interview. Setelah mendapatkan focus permasalahan, selanjutnya peneliti mempersiapkan guide interview yang dapat mengungkap fenomena tentang tema yang ingin diteliti oleh peneliti.
2.Tahap pelaksanaan penelitian
Setelah mendapatkan subjek yang sesuai dengan karakteristik penelitian, selanjutnya peneliti melakukan wawancara secara mendalam kepada subjek secara langsung, namun dengan menggunakan bahasa yang informal dan mudah dimengerti, berhubung karena subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak. Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan observasi partisipan, yaitu melakukan pengamatan sambil ikut bersama-sama dengan subjek di lokasi tempat mereka mencari nafkah. Peneliti juga melakukan proses pembelajaran untuk mengetahui kemampuan subjek dalam belajar, namun tetap dalam suasana yang informal di lokasi tempat subjek menjalani profesinya sebagai anak jalanan.

BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi tempat diadakannya penelitian adalah pantai losari. Lokasi ini merupakan salah satu tempat wisata yang ada di Makassar. Lokasi ini terbagi atas tiga wilayah utama, yaitu bagian sebelah kanan, tengah, dan bagian sebelah kiri. Bagian sebelah kiri, merupakan bagian awal tempat para pengunjung yang menggunakan sepeda motor masuk, kemudian, agak ke atas mulai di temui beberapa penjual makanan dan penjual mainan. Juga terdapat tujuh buah tempat duduk yang terbuat dari semen dengan posisi setengah lingkaran yang saling membelakangi, dan ditengah tempat duduk tersebut terdapat pohon-pohon kecil yang bertumpuk menjadi satu. Kemudian tempat yang ada di bagian pinggir seperti sebuah anak tangga, namun juga difungsikan oleh para pengunjung sebagai tempat untuk duduk bersama dengan kerabat ataupun orang-orang terdekat. Dibagian tengah pantai losari, hampir Nampak seperti sebuah panggung besar, dimana tempat itu terdapat tlisan pantai losari yang cukup tinggi dengan jarak beberapa spasi untuk setiap hurufnya, di bagian bawah tulisan tersebut, terapat jeregen-jeregen plastic yang saling terkait sebagai tempat dimana orang-orang biasa memancing, duduk, dan menuju ke suatu kendaraan air berbentuk perahu dengan desain bebek dan pisang. Sedangkan dibagian depan arena utama ini, terdapat dua buah bangunan yang berbentuk seperti kapal phinisi. Bagian kanan lokasi ini tidak berbeda dengan lokasi yang ada di sebelah kiri terdapat beberapa tempat duduk yang saking membelakangi berbentuk setengah lingkaran dan beberapa buah tempat sampah. Setiap sudutnya terdapat penjualan mainan anak-anak, penjual makanan ringan seperti manisan, jagung rebus, kacang rebus, bakso, sampai penyewaan pancingan. Banyak pencari nafkah dari segala jenis usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dan manula, laki-laki, maupun perempuan. Profesi yang mereka jalankan pun bermacam-macam, mulai dari menjual minuman keliling, menjual manisan, mengamen, sampai hanya sekedar meminta-minta.

B.Hasil dan Pembahasan Penelitian

1.Subjek pertama

a.Latar belakang subjek:

Subjek pertama bernama Ek. Subjek berusia 9 tahun, bersekolah di salah satu sekolah negeri kelas 3 SD. Subjek masih tinggal dengan orang tuanya. Ayahnya berprofesi sebagai pengamen sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Subjek adalah anak pertama dari dua orang bersaudara. Adik subjek masih berusia 1 tahun. Subjek berprofesi sebagai pengamen jalanan. Lokasi mengamen subjek hanya seputar pantai losari. Subjek turun ke jalan karena alasan ekonomi dan pertama kali ikut ke jalan karena profesi yang juga digeluti ayahnya sebagai seorang pengamen jalanan. Selama di jalanan, subjek tidak pernah mendapat kesulitan yang berarti, karena teman-teman subjek yang tinggal disekitar rumah subjek juga memiliki profesi yang sama dengan subjek.

b.Motivasi belajar subjek:

Motivasi belajar subjek bersifat intrinsik, hasil ini berdasarkan pada wawancara yang dilakukan peneliti dengan subjek pada tanggal 4 Desember 2010:
Biasa mama ku ji’ yang ajar ka’, tapi dulu ji, waktu ku masih kecil, waktu ku masih kelas satu, tapi sekarang kalo belajar ka’ belajar sendiri meka’. (wwcr1, line 58-60)

Dulu waktu ku masih kecil, pernah mama ku kasih tau ka’ bilang kalo besar meko nanti, jangan disuruh peko’ belajar baru mau ko’ belajar, jadi sekarang kalo mau ka’ belajar, belajar jeka’ sendiri. (wwcr1, line 62-65)

Dari hasil wawancara tersebut diperoleh data bahwa subjek termotivasi belajar, awalnya karena motivasi yang bersifat ekstrinsik, yaitu karena perintah dari orang tuanya, namun karena sudah terbiasa akhirnya subjek memiliki motivasi belajar yang bersifat intrinsik. Motivasi belajar intrinsik adalah Bentuk motivasi yang didalam aktivitas belajarnya dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak atau yang berada di dalam diri berkaitan dengan aktivitas belajar, seperti kemauan atau keinginan untuk belajar (Machrus dkk, 1987)

c.Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar subjek:

1)Terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar subjek, yaitu cita-cita subjek untuk menadi seorang dokter dengan penghasilan tinggi memberikan motivasi belajar subjek menjadi semakin tinggi, hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara subjek dengan peneliti:
Mau ka’ jadi dokter, supaya banyak uang ku’ baru bisa ka’ juga obati orang yang sakit (wwcr1, line 133-134)

2)Selain itu unsur kemampuan subjek juga ikut mempengaruhi motivasi belajar subjek, hal itu berdasarkan pada hasil wawancara subjek dengan teman subjek:
Kalo saya kelas tiga meka’, itu juga Eka kelas tiga mi, pintar ki itu Eka, biasa dapat ki rangking satu (wwcr1, line 19-20)

Pulang peka’ mengamen baru k’ belajar (wwcr1, line 50)
3)Kondisi subjek cukup baik, sehari-harinya subjek hidup dengan jadwal yang cukup teratur, sesuai dengan hasil wawancara subjek:
Kalo pulang ka’ sekolah, sudah ka’ makan, biasa tidur siang ka’ dulu, baru sorenya pergi ka’ mengaji, malamnya pergi meka’ mengamen di sini (wwcr1, line 67-69)

4)Unsur kondisi lingkungan anak juga ikut mempengaruhi motivasi belajar subjek:
Biasa kalo hari senin sampe jumat jam setengan tujuh sampe jam 12 malam, tapi kalo malam minggu, biasa tidak pulang k’ di rumah ku (wwcra1, line 45-47)
Jadi? Dimana ki itu tidur?

Sembarang ji, dimana-mana ada kosong tempat, biasa di sana, di sana, sembarang ji (sambil menunjuk tempat yang biasa ditempati tidur), biasa kalo malam-malam banyak saya liat orang-orang pacaran disana, kalo malam minggu biasa tidak tidur jeka’, main-main k’ sama teman-teman ku sampe pagi, baru paginya mengamen ka’ lagi sampe jam sembilan atau jam sepuluh pagi, sudah itu baru meka’ pulang di rumah ku (wwcr1, line 99-107)

Hmmm, ndada ji yang biasa minta itu uang ngamen ta’ de’?

Ndada ji ka’, kalo sudah meka’ mengamen langsung ji saya bagi tiga hasilnya.(wwcr1, line116-117)

Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa walaupun subjek berada dijalan, bahkan sampai tidak pulang ke rumah, subjek tetap termotivasi untuk belajar, walaupun subjek harus tidur di jalan, dengan kondisi lingkungan yang mungkin tidak baik untuk dilihat oleh anak-anak seusia subjek, namun subjek tetap mengatur waktunya untuk belajar. Subjek sudah memiliki jadwal belajar sendiri.
5)Upaya guru dalam memberikan pembelajaran pada anak lebih nampak dari guru mengaji subjek dibandingkan guru sekolah subjek:
Kalo wali kelas ku di tau meka’, biasa ji juga datang ke sini, tapi belum peka’ di tau sama kepala sekolah ku.(wwcr1, line 125-126)

Owh, ndada beasiswa kita dapat di sekolah ta’ kah? Kan selalu ki dapat rangking, pasti dapat jeki beasiswa togh?

Ndada ka’ saya dapat (wwcr1, line 130)

Tidak ji, gratis ji kalo di situ, tapi di suruh ki menabung tiap hari (wwcr1, line 73-74)

Bukan ji, itu uang tabungan disimpankan ki untuk sekolah ta’, terserah ji berapa mau di tabung setiap hari (wwcr1, line 76-78)

2.Subjek ke-2

a.Latar belakang subjek:

Subjek ke-2 dalam penelitian ini bernama Fi, subjek adalah anak pertama dari empat orang bersaudara. Subjek masih tinggal bersama dengan ibu kandungnya. Subjek sekarang berusia 10 tahun. Subjek berhenti sekolah selama hampir dua tahun, namun tahun depan subjek akan kembali melanjutkan sekolahnya. Ayah subjek bekerja sebagai seorang tukang parkir di pantai losari. Ayah subjek menikah lagi saat subjek berhenti sekolah. Ibu kandung subjek berprofesi sebagai penjual mainan anak-anak di pantai losari, sedangkan ibu tiri subjek bekerja sebagai penjual pakaian di pasar senggol. Adik-adik subjek belum ada yang bersekolah. Subjek juga memiliki satu orang saudara tiri dari hasil pernikahan kedua ayah subjek dengan ibu tirinya. Subjek juga turun ke jalan karena alasan ekonomi, dan pertama kali turun ke jalan karena profesi orang tuanya yang juga sehari-harinya di jalan. Hubungan subjek dengan orang tua kandung dan juga orang tua tirinya cukup baik:
kita sayang ji dua-dua mama ta’?

Iye’ ku sayang ji, tapi sekke’ ki satu itu mama ku.(wwcr5, line 22)

Mama kandung ku, biasa minta ka’ uang tidak na kasih ka’ (wwcr5, line 25-26)

b.Motivasi belajar subjek:

Motivasi belajar subjek bersifat intrinsik, subjek belajar berdasarkan atas kemauannya sendiri, tanpa ada paksaan atau motivasi dari pihak lain. Berdasar pada hasil wawancara:
Nda sekolah meka’, berhenti ka’ sekolah tahun lalu, tapi baru ka’ lagi mau masuk sekolah nanti, nanti kalo’ masuk ka’ sekolah, kelas empat meka’ (wwcr2, line 8-10)

Iye’ ka’, mau jeka terus belajar, tapi harus ka’ juga cari uang, jadi mengamen ka’ juga (wwcr2, line 74-75)
Owh, nda pernah ki kah di suruh belajar sama bapak atau mama ta’?

tidak pernah, terserah ji saya (wwcr5, line 42)

c.Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar subjek

1)Walaupun subjek berhenti sekolah hampir dua tahun lamanya, namun subjek tetap memiliki harapan dan cita-cita untuk menjadi seorang dokter, hal tersebut yang membuat subjek memiliki motivasi untuk terus dapat bersekolah, seperti kutipan wawancara berikut:
Saya mau ka’ jadi dokter, supaya kalo sakit ka’ tidak perlu meka’ ke rumah sakit (wwcr5, line 50-51)

Karena kalo jadi meka dokter biar ka’ sakit bisa jeka obati diri ku sendiri, jadi tidak perlu jeka bayar mahal-mahal ke rumah sakit. (wwcr5, line 53-55)

2)Kemampuan anak yang tidak terlalu mencolok, menyebabkan motivasi belajar subjek juga terpengaruh, hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara:
Fi---…., huruf apalagi ka’ kalo sudahnya fi… kalo nama panjangku fi----ni? (wwcr2, line 49-50)

Hmmm, coba ki’ bede’ tulis huruf “A” sampai “Z”

(mulai menuliskan huruf-huruf di atas selembar kertas yang diberikan peneliti, namun pada saat mencapai huruf “D”, subjek malah menuliskan huruf “E”) begini togh ka’? (wwcr2, line 61-64)

Dari hasil wawancara tersebut, ternyata diketahui bahwa subjek belum lancar dalam menuliskan huruf-huruf, walaupun sebenarnya saat masuk sekolah nanti subjek sudah akan naik ke kelas 4 SD.
3)Unsur kondisi anak juga sangat mempengaruhi motivasi belajar subjek, hal ini berdasarkan dari hasil wawancara:
Hmmm, jadi waktu ta’ berhenti sekolah nda pernah meki’ lagi belajar?

Iye’ ka’, mengamen jeka’ saja, baru main-main ka’ di sini sama teman-teman ku (wwcr2, line 36-37)

Ededeh sibuk ka’ cari uang ka’, kalo tidak cari ka’ uang nanti nda bisa jeka’ juga sekolah (wwcr2, line 39-40)

4)Kondisi lingkungan anak paling berpengaruh terhadap motivasi belajar subjek, hal tersebut terlihat dari wawancara:
Biasa mau jeka belajar, tapi ada lagi disuruhkan ka’ sama bapak ku, biasa di suruh ka’ beli rokok, beli kopi, tidak jadi meka’ belajar (wwcr5, line 37-39)

Dari kutipan wawancara tersebut, terlihat bahwa sebenarnya subjek memiliki motivasi belajar intrinsik, namun karena kondisi lingkungan subjek kurang mendukung, hal tersebut menyebabkan subjek kesulitan dalam mencapai sebuah prestasi.
5)Upaya guru dalam memberikan pengajaran pada subjek tidak berbeda dengan pemberian pengajaran dengan siswa-siswa lainnya yang mungkin lebih beruntung dari subjek, hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya tindakan dari sekolah saat subjek berhenti sekolah karena hambatan biaya.
Jadi apa dibilang guru ta’ waktu ta’ berhenti sekolah?
Tidak bilang ji apa-apa, teman-teman ku ji itu biasa bilang-bilangi ka’ tidak sekolah (wwcr5, line 44-45)

3.Subjek ke-3

a.Latar belakang subjek:

Subjek ke-3 dalam penelitian ini bernama Yu. Subjek sekarang berusia 8 tahun. Sekarang subjek sedang duduk dibangku sekolah kelas 3 SD. Subjek tinggal bersama dengan kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai penjual di pantai losari. Subjek sudah lama menjadi anak jalanan dengan mengamen dan berjualan di pantai losari:
Dulu belum peka’ jualan minuman, waktunya belum jadi ini pantai losari mengamen ka’ dulu, lama meka’ saya mengamen di sini ka’, waktu belum pi jadi ini pantai losari mengamen ka’ dulu di Laguna, tapi biasa ka’ diburu-buru waktu ku mengamen di sana, jadi lari ka’, waktu ku belum pi sekolah mengamen memang meka’ saya.. (wwcra3, line 21-27)

Subjek turun ke jalan karena orang tuanya yang juga berprofesi sebagai penjual mainan anak-anak di pantai losari:
Kalo bapak ku jualan ki’ juga disini, jual main-mainan, kalo mama ku biasa jualan di rumah, biasa juga jualan ji di sini. (wwcr3, line 30-32)

b.Motivasi belajar subjek:

Subjek memiliki motivasi belajar intrinsik, subjek belajar berdasarkan atas kemauannya sendiri tanpa ada pengarahan dari pihak lain.
Biasa belajar jeka’ tapi biasa juga tidak (wwcr3, line 36)
Biasa jeki’ disuruh belajar dirumah ta’?
Tidak ji’, nda pernah jeka’ disuruh belajar sama bapak ku atau sama mama ku, terserah ji saya, kalo mau ka’ belajar, belajar ka’, tapi kalo’ nda belajar ka’, nda dimarai jeka’ sama mama ku’.. (wwcr3, line 47-50)

c.Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar subjek

1)Subjek memiliki cita-cita menjadi seorang dokter, hal tersebut yang mempengaruhi subjek untuk tetap termotivasi untuk belajar:
Mau ka’ saya jadi dokter ka’ (wwcr3, line 61)
2)Subjek memiliki kemampuan untuk berprestasi cukup baik, terutama dalam pelajaran matematika, terbukti dari saat peneliti meminta subjek untuk menghafalkan perkalian tujuh dan menanyakan perkalian tersebut secara acak, subjek dapat menjawab dan menghafalkan perkalian tersebut dengan benar:
Iye’ pade’ ka’, dengar meka’.. satu kali tujuh….. (meanjutkan perkalian tujuh sampai sepuluh kali tujuh, dan semuanya benar), sudah mi ka’, kasih meka’ pulpen ta’ nagh. (wwcr3, line 70-73).
Ih, tunggu dulu, mau ka’ dulu Tanya-tanya tentang kali-kali tujuh (menanyakan perkalian tujuh secara acak, kemudian semuanya dijawab dengan benar, walaupun beberapa pertanyaan sempat butuh jedah waktu beberapa saat) (wwcr3, line 74-78)
3)Kondisi subjek yang selalu di jalan menyebabkan subjek menjadi terlalu lelah untuk belajar dan melanjutkan untuk pergi bersekolah, hal tersebut menjadi penyebab terpengaruhnya motivasi belajar subjek:
Ih, ka cape’ meki’ ka’, mengantuk meka’ juga, jadi kalo pulang ka’ baru mengantuk meka’ langsung meka’ tidur..(wwcr3, line 38-40)
4)Kondisi lingkungan subjek yang tidak pernah memberikan motivasi belajar kepada subjek juga mempengaruhi subjek dalam meningkatkan motivasi belajar subjek.
Biasa jeki’ disuruh belajar dirumah ta’?

Tidak ji’, nda pernah jeka’ disuruh belajar sama bapak ku atau sama mama ku, terserah ji saya, kalo mau ka’ belajar, belajar ka’, tapi kalo’ nda belajar ka’, nda dimarai jeka’ sama mama ku’.. (wwcr3, line 47-50)

Pernah ki belajar sama-sama dengan teman ta’ kah kalo’ di rumah?
Tidak pernah, kah sibuk ki juga teman-teman ku, di rumahnya (wwcr3, line 53-54)

4.Subjek ke-4

a.Latar belakang subjek:

Subjek ke-4 adalah As. Subjek sekarang berusia 8 tahun dan sedang duduk dibangku sekolah dasar kelas 2 SD. Subjek tinggal bersama dengan orang tuanya dan juga dengan Om-nya. Subjek anak ke-2 dari empat orang bersaudara, namun kakak subjek sudah meninggal. Ayah subjek berprofesi sebagai supir pete-pete, sedangkan ibu subjek berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Subjek sendiri berprofesi sebagai seorang pengamen di pantai losari.

b.Motivasi belajar subjek:

Motivasi belajar subjek bersifat ekstrinsik, yaitu motivasi untuk belajar karena dorongan atau dukungan dari pihak lain:
Jam 12, kalo pulang ka’ mengamen langsung jeka’ belajar, disuruh ka’ belajar sama bapak ku, karena biasa kalo tidak mau ka’ belajar di selepe’ ka’ sama bapak ku (selepe : dipukul dengan menggunakan ikat pinggang) (wwcr4, line 30-34)

c.Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar subjek

1)Subjek memiliki kemampuan yang cukup baik dalam belajar, hal tersebut dibuktikan dengan diperolehnya peringkat ke dua saat pembagian rapor pada akhir semester kemarin:
Owh, eh sudah terima rapor mi kemarin? Rangking berapa ki’ de’?
Rangking tiga ji (wwcr4, line 7-9)
2)Kondisi subjek yang sehari-harinya harus pulang mengamen hingga pukul 12 malam tidak menyebabkan subjek kehilangan semangat untuk tetap belajar sepulangnya mengamen:
Sampe jam berapa ki mengamen disini?
Sampe jam 12 (wwcr4, line 22-23)

Nda mengantuk jeki’ itu kalo di sekolah?
Tidak ji (wwcr4, line 26-27)

3)Kondisi lingkungan subjek yang selalu berada di jalan dengan teman-teman yang memiliki karakter yang berbeda, lingkungan ruh yang kumuh juga menyebabkan terpengaruhnya motivasi belajar subjek

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan

1.Anak jalanan yang berada di pantai losari masih tinggal bersama dengan orang tuanya, anak jalanan yang ada di pantai losari memiliki latar belakang keluarga yang hampir sama, yaitu berasal dari keluarga ekonomi bawah.
2.Tiga dari empat anak jalanan yang ditemui peneliti memiliki motivasi belajar intrinsik, sedangkan satu orang lainnya memiliki motivasi belajar ekstrinsik. Dari enam orang subjek yang ditemui peneliti di lapangan, empat orang subjek memiliki prestasi belajar yang baik, yang dibuktikan dengan diraihnya peringkat 1-5 saat penerimaan hasil belajar mereka.
3.Terdapat beberapa unsur yang dapat mempengaruhi motivasi belajar anak jalanan, yaitu cita-cita atau inspirasi anak, kemampuan anak, kondisi anak, kondisi lingkungan anak, dan pengajaran dari guru.

B.Saran

1.Sebaiknya lembaga pendidikan lebih memperhatikan kondisi anak-anak jalanan yang tidak mampu melanjutkan sekolah karena hambatan biaya.
2.Sebaiknya ada lembaga khusus yang membina anak-anak jalanan, memberikan keterampilan khusus pada mereka agar tidak selamanya berada di jalan.
3.Sebaiknya anak-anak usia sekolah dasar tidak tereksploitasi oleh orang tua mereka dengan mencari nafkah di jalan,karena tugas mereka adalah belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar